Halo pembaca, teman-temanku semua..
Aku sudah menuliskan beberapa ilmu dan pengetahuan yang kudapat dari perjalanan singkat ini. perjalanan ini tidak akan berhenti begitu saja disini. Masih banyak hal yang ingin aku bagi dan ceritakan kepada kalian. Jangan bosan mengunjungi, membaca, dan memberi masukkan untuk catatanku ini yah.

Oh iya, dalam mengumpulkan bahan catatan ini, aku dibantu oleh beberapa teman-temanku yang baik. Inilah mereka yang telah banyak membantuku:

  • Christina Alfiani - 915079006
  • Eren - 915070083
  • Layly Hasanah - 915070097
  • Meta Kumalasari - 915070180
  • Putu Arjun - 915070161
  • Ratna Sari Novianty - 915070094

Terima kasih!
-Dudi-








nb: Blog ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah penilaian Kapita Selekta. Kami berupaya membuat blog seakan blog ini adalah hasil penceritaan dari seorang tokoh yang bernama Dudi. Ia merefleksikan diri kami yang sedang mengikuti pertemuan pada setiap mata kuliah. Selamat menikmati!
Ilmu yang aku dapat hari ini, sangat menarik sekali. Aku belajar mengenai hukum dan komunikasi. Ilmu ini kudapat dari Bapak S. Atalim. Pertemuan ini menjadi menarik karena aku memperoleh ilmu tidak hanya secara teoritis, tapi pertemuan ini menjadi lebih seperti bincang-bincang menarik. Kami membahas isu-isu aktual lalu bersama-sama mencari jalan keluarnya. Seru sekali! -Dudi-


Menurut Plato hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat. Dalam bukunya Inleiden tot de studie van het Nederlandse recht oleh Apeldoorn,ia menyatakan bahwa, tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Rusli Effendy (1991:79) mengemukakan bahwa tujuan hukum dapat dapat dikaji melalui tiga sudut pandang, yaitu :

1. Dari sudut pandang ilmu hukum normatif, tujuan hukum dititik beratkan pada segi kepastian hukum.

2. Dari sudut pandang filsafat hukum, maka tujuan hukum dititikberatkan pada segi keadilan.

3. Dari sudut pandang sosiologi hukum, maka tujuan hukum dititikberatkan pada segi kemanfaatan.

Adapun tujuan hukum pada umumnya atau tujuan hukum secara universal, dapat dilihat dari tiga aliran konvensional :

1. Aliran Etis

Aliran ini menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk mencapai keadilan. Hukum ditentukan oleh keyakinan yang etis tentang adil dan yang tidak adil, dengan perkataan lain hukum menurut aliran ini bertujuan untuk merealisir atau mewujudkan keadilan. Pendukung aliran ini antara lain, Aristoteles, Gery Mil, Ehrliek, Wartle. Sedangkan penetang aliran ini pun cukup banyak, antara lain pakar hukum Sudikno Mertokusumo: “Jika dikatakan bahwa hukum itu bertujuan untuk mewujudkan keadilan, itu berarti bahwa hukum itu identik atau tumbuh dengan keadilan, hukum tidaklah identik dengan keadilan. Dengan demikian berarti teori etis itu berat sebelah” (Achmad Ali, 1996:86).

Tegasnya keadilan atau apa yang dipandang sebagai adil sifatnya sangat relatif, abstrak dan subyektif. Ukuran adil bagi tiap-tiap orang bisa berbeda-beda. Olehnya itu tepat apa yang pernah diungkapkan oleh N.E. Algra bahwa :

“Apakah sesuatu itu adil (rechtvaardig), lebih banyak tergantung pada Rechtmatig heid (kesesuaian dengan hukum) pandangan pribadi seseorang penilai. Kiranya lebih baik tidak mengatakan “itu adil”, tetapi itu mengatakan hal ini saya anggap adil memandang sesuatu itu adil, terutama merupakan sesuatu pendapat mengenai nilai secara pribadi. Achmad Ali (1990:97).

2. Aliran Utilistis

Menurut aliran ini mengaggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebsar-besarnya bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya. Jadi pada hakekatnya menurut aliran ini, tujuan hukum adalah manfaat dalam mengahasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang yang terbanyak.

Aliran utilistis ini mempunyai pandangan bahwa tujuan hukum tidak lain adalah bagaiamana memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi warga masyarakat (ajaran moral praktis).

3. Aliran Yuridis Dogmatik

Menurut aliran ini menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum, fungsi hukum dapat berjalan dan mampu mempertahankan ketertiban.

Penganut aliran yuridis dogmatik ini bahwa adanya jaminan hukum yang tertuang dari rumusan aturan perundang-undangan adalah sebuah kepastian hukum yang harus diwujudkan. Kepastian hukum adalah syarat mutlak setiap aturan, persoalan keadilan dan kemanfaatan hukum bukan alasan pokok dari tujuan hukum tetapi yang penting adalah kepastian hukum.

Bagi penganut aliran ini, janji hukum yang tertuang dalam rumusan aturan ini merupakan kepastian yang harus diwujudkan, penganut aliran ini melupakan bahwa sebenarnya janji hukum itu bukan sesuatu yang harus, tetapi hanya sesuatu yang seharusnya.


Ketiga aliran tujuan hukum di atas tidaklah bersifat baku, dalam artian masih ada pendapat-pendapat lain tentang tujuan hukum yang bisa dilambangkan dengan melihat latar belakang konteks sosial masyarakat yang selalu berubah-ubah. Selain itu pembahasan mengenai tujuan hukum tidak lepas dari sifat hukum dari masing-masing masyarakat yang memiliki karakteristik atau kekhususan karena pengaruh falsafah yang menjelma menjadi ideologi masyarakat atau bangsa yang sekaligus berfungsi sebagai citra hukum. Bila dikaitkan dengan masalah Gayus, aliran mana yang paling paling sesuai???



Untuk mencapai tujuan yang dapat menciptakan kedamaian, ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat, terutama masyarakat yang kompleks dan mejemuk seperti di Indonesia, maka kita sebaiknya menganut asas prioritas yang kasuistis yang ketika tujuan hukum diprioritaskan sesuai kasus yang dihadapi dalam masyarakat, sehingga pada kasus tertentu dapat diprioritaskan salah satu dari ketiga asas tersebut sepanjang tidak mengganggu ketenteraman dan kedamaian yang merupakan tujuan akhir dari hukum itu sendiri.


Oleh: Meta Kumalasari - 915070180

Halo, kembali lagi bersama Dudi. Tidak terasa, perjalanan ini semakin jauh. Ilmu yang kuperoleh juga tidak sedikit. Aku sangat mengagumi ilmu-ilmu yang kudapatkan selama perjalanan ini. Kesemuanya itu membuat hidupku ini semakin kaya akan pengetahuan. Pada pemberhentian kali ini, aku belajar mengenai Problem Jurnalistik Warga. Seperti biasa, ilmu yang aku dapatkan tidak berasal dari sembarang ahli. Tapi kudapatkan dari ahlinya langsung! Pengetahuan yang kudapat hari ini diajarkan langsung oleh Bapak Agus Sudibyo. Beliau adalah anggota Dewan Pers. Lihat, betapa beruntungnya diriku bisa memperoleh ilmu dari para pakar!

  • Medium Jurnalisme Warga

- Radio

- Televisi

- Online

- Blog

- Twitter

- Dll


  • Jurnalisme Warga : Jurnalisme yang menempatkan warga sebagai subyeknya.
  • Fungsi Media:

- Ruang Publik→ Ruang yang hanya relevan untuk membicarakan urusan public dan yang membahas adalah semua orang atau secara bersama-sama

- Institusi Sosial → Media didirikan atas kepentingan public dan yang mengembannya adalah public itu sendiri


  • Isi Media sebagai Ruang Publik

1. Isi yang menyangkut ruang public (berita)

- Berita

- Wawancara

- Talkshow

Parameter

- Nilai berita

- Kode etik

2. Non Berita (Non Privat)

- Opini : sebuah rubrik yang disediakan oleh media untuk menulis pendapatnya

- Surat Pembaca

- Tajuk Rencana : sikap media terhadap isu tertentu

- Iklan

  • Parameter

- Kepantasan ruang publik : menggunakan bahasa yang benar,tidak keluar dari jalur yang sudah ditentukan dll.

- Kode etik

- Proposionalitas (tidak berlebihan)

  • Nilai Berita

- Aktualitas

- Akurasi : Tidak mengarang

- Keberimbangan

- Relevansi Publik : Harus relevan dengan kebutuhan membacanya

- Prominensi : Menyangkut

Problem Jurnalistik Warga masih banyak ditemui dikalangan masyarakat kita. Banyak kasus yang kita temui belakangan ini. Banyak media dijadikan tempat keluh kesah dan pada akhirnya berakhir di persidangan. Sungguh sangat di sayangkan sekali, mungkin dengan adanya kasus-kasus tersebut kita bisa menjadikannya sebagai pengalaman.

Oleh: Ratna Sari Novianty - 915070094

Halo, ingatkah kalian di salah satu catatan, aku menyebutkan pernah bercita-cita menjadi presiden? Untuk menggapai cita-cita tersebut, aku tahu aku harus mengerti seluk beluk tentang komunikasi politik dan pembangunan. Aku harus belajar banyak tentang sistem komunikasi politik di negeri ini. Untung aku bertemu dengan pakarnya langsung, yaitu Bapak Eko Harry Susanto. Sekarang, aku ingin berbagi dengan kalian tentang ilmu yang kudapatkan. Salam, Dudi.


Komunikasi politik merupakan komunikasi yang mengacu pada kegiatan politik (Nimmo, 1993:8). Dimana merupakan proses komunikasi massa termasuk komunikasi antar pribadi dan elemen-elemen di dalamnya yang mungkin mempunyai dampak terhadap perilaku politik( Krans dan Davis, 1976:7 ). Komunikasi politik adalah objek yang penting bagi keseimbangan hubungan antara pemerintah dengan publiknya. Melalui sebuah media yang beredar di masyarakat dan opini-opini yang dibentuk maka terlihatlah bahwa komunikasi politik dapat membina ataupun menunjang proses politk yang positif.

Dalam hal ini ada 3 hal yang bisa dijadikan pedoman dalam komunikasi politik, yaitu

  1. Jika kuantitas lebih besar dari kualitas dalam komunikasi politik disebut Otoritarian.
  2. Jiika kuantitas lebih kecil dari kualitas dalam komunikasi politik disebut Eksklusif.
  3. Jika kuantitas sebanding dengan kualitas dalam komunikasi politik disebut Proposional.

Di Indonesia, komunikasi politik yang terjadi lebih mengedepankan otoritarian dimana kualitas dalam berpolitik kurang diperhatikan. Pemerintah kurang bisa membina politik kearah yang lebih baik, adanya otoriter dari pemerintah membuat opini publik tidak diperhatikan secara signifikan. Seharusnya diperlukan komunikasi politik yang proposional, sehingga tercapai keseimbangan yang diinginkan antara pemerintah dengan publiknya. Dan terjadinya komunikasi efektif yang dua arah, tidak satu arah.

Ada 5 komponen dalam komunikasi politik, yaitu :

  1. Komunikator politik : seseorang yang memiliki kemampuan dalam komunikasi politik.
  2. Pesan politik : suatu pembicaraan dan aneka informasi mengenai politk terhadap pengaruh kekuasaan dalam masyarakat.
  3. Media komunikasi politik : alat untuk mengirimkan pesan-pesan politik.
  4. Khalayak komunikasi politik : orang-orang yang berkomunikasi politik melalui terbentuknya opini publik.
  5. Dampak komunikasi politik : konsekuensi dari sosialisasi politik.

Lima komponen tersebut sangat mempengaruhi kegiatan politik yang terjadi dalam suatu pemerintahan ataupun perusahaan. Hal itu dikarenakan, dapat terciptanya komunikasi yang efisien dan kesimbangan anatar kedua belah pihak baik pemerintah atau perusahaan dengan publik atau karyawan.

Pembangunan adalah sesuatu yang terus maju, dari suatu tahap yang primitif ketahap yang lebih maju ( Rostow, 1960:57 ). Hal ini sama dengan modernisasi yaitu proses bertahap dari tatanan yang primitif dan sederhana menuju tatanan yang maju dan kompleks ( Samuel P. Huntington, 1976:30 ). Kedua hal ini sangat berhubungan erat dan sulit untuk dipisahkan, karena memiliki pengaruh yang sangat besar dengan didalamnya menggunakan media untuk pembaharuan dalam program pembangunan. Spesifiknya adalah media merupakan yang paling baik untuk menyebarkan informasi dan berpeluang untuk mendukung pembangunan di negara sedang berkembang adalah radio dan televisi (Schramm, 1977).

Ada tiga fungsi media massa dalam pembangunan ( Schramm ) :
  • Memberi tahu rakyat tentang pembangunan nasional dengan memusatkan perhatian mereka pada kebutuhan untuk berubah,kesempatan untuk menimbulkan perubahan, metoda dan cara menimbulkan perubahan, dan jika mungkin meningkatkan aspirasi;
  • Membantu rakyat berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan, memperluas dialog dan menjaga agar informasi mengalir baik keatas maupun kebawah.
  • Mendidik rakyat agar mempunyai kemampuan.

Suatu komunikasi politik dapat membangun opini publik yang positif sehingga tercapainya komunikasi dua arah yang efektif dengan sistem komunikasi politik yang proposional. Media massa adalah alat untuk mengubah komuniaksi politik tersebut menjadi pesan politik guna membentuk sinergi antara pemerintah dengan masyarakat. Dimana, media massa merupakan alat yang terbaik dalam mendukung program pembangunan yang mengarah pada modernisasi.

Komunikasi politik yang demokratis, tidak mendominasi dan bersifat koersif diperlukan dalam pembangunan . Namun karakteristik yang merujuk kepada pola model paternalistik masih melekat kuat di Indonesia.Akibatnya, tidak semua rakyat Indonesia berani untuk berpendapat beda terhadap pembangunan yang dikemas oleh para pengambil kebijakan dalam komunikasi politik. Seharusnya, rakyat Indonesia tidak perlu takut untuk mengeluarkan pendapatnya. Siapa tahu pendapatnya itu bisa diterima oleh para pengambil kebijakan dalam komunikasi politik.

Komunikasi politik dan pembangunan memberi relevansi yang baru dalam pemerintahan. Sistem yang baik tidak diikuti pelaksanaan yang memuaskan, dimana kondisi tersebut tercermin dalam komunikasi politik di Indonesia sehingga menyebabkan pembangunan yang direncanakan menjadi sia-sia. Selain itu, dengan merambahnya kasus korupsi semakin membuat politik di Indonesia menjadi kacau. Uang rakyat disalah gunakan dan membuat terpuruknya kondisi politik di Indonesia. Itulah kritik yang yang mencerminkan politikdi Indonesia, memang komunikasi politik dan pembangunan ada efek positifnya. Dimana terjalinnya komunikasi yang terbuka antara pemerintah dengan publik, dan membuka ruang pendapat yang jelas terhadap kinerja pemerintah.


Oleh: Putu Arjun - 915070161 & Layly Hasanah (915070097)


Ini perjalanan ketigaku. Apa yang kudapat hari ini sangat menarik, yakni tentang Leadership dan Komunikasi. Aku diajarkan langsung oleh ahlinya, yaitu Bapak Parino Rahardjo. Senang sekali belajar tentang kepemimpinan ini, apalagi aku pernah bercita-cita menjadi presiden! -Dudi-


Menurut Hicks, et.al dalam Moenir (1998, 3) kepemimpinan adalah seni mempengaruhi perilaku manusia dan kemampuan menangani manusia. Pemimpin adalah orang yang melaksanakan kepemimpinan, sedangkan kepemimpinan adalah kemampuan atau sifat-sifat yang di miliki oleh seorang pemimpin.

Adapun beberapa karakter seorang pemimpin,antara lain:

  1. Visioner, mengandung pengertian mempunyai wawasan yang luas dan matang sehingga mampu memperkirakan masa depan. Implikasinya adalah adanya kemampuan untuk merumuskan visi dan misi, serta bersikap dan bertindak produktif.
  2. Pemersatu, berarti mampu menyatukan semua unsur dan potensi yang berbeda-beda sehingga menjadi kekuatan sinergis yang bermanfaat bagi semua pihak. Pemimpin sebagai pemersatu, bukan sebuah upaya penyeragaman, akan tetapi senantiasa mengakui perbedaan yang ada sebagai kekuatan.
  3. Pemberdaya, berarti mampu dan berusaha selalu mendorong, memotivasi dan membantu orang lain untuk mengembangkan dirinya menjadi lebih baik. Implikasinya adalah adanya sifat dan kemampuan, seperti demokratis, terbuka, delegatif, komunikasi, empati, tanggap, memotivasi dan memfasilitasi serta menumbuhkan situasi yang kondusif.
  4. Pengendali Emosi, pengendali berarti mampu mengendalikan rasio dan emosi secara seimbang. Pemimpin yang pengendali rasio emosi mampu mengendalikan rasio dan emosinya sendiridalam menghadapi masalah atau tantangan.
  5. Integritas, berarti selalu taat pada prinsip moral dan hukum, terutama ajaran agama, dalam semua gerak kehidupan. Pemimpin harus menjadi panutan dari para bawahannya, dalam bersikap dan berperilaku.

Masing-masing pemimpin tentunya memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sesuai dengan pembahasan materi perkuliahan yang telah disampaikan, kepemimpinan memiliki hubungan yang erat dengan resonansi. Resonansi adalah suatu peristiwa munculnya getaran yang semakin lama semakin keras bila terus diberikan gaya atau dorongan. Bila dikaitkan dengan suatu kepemimpinan antara atasan dan bawahan, getaran diartikan sebagai efek yang muncul atau diterima oleh bawahan, sedangkan gaya atau dorongan adalah stimulus yang diberikan atasan untuk menimbulkan getaran (efek) kepada bawahannya.

Pemimpin pada umumnya bertindak selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan. Maka dalam hal ini, seorang pemimpin harus berhati-hati dalam melakukan tindakan. Tindakan yang baik akan menimbulkan iklim yang positif pula. Setiap pemimpin perlu menentukan corak dan gaya kepemimpinannya agar nampak seni kepemimpinannya dalam memimpin. Misalnya, sebagai seorang dosen, pemimpin harus berusaha meningkatkan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan anggotanya baik perorangan maupun dalam hubungan kelompok. Memiliki kesabaran dan ketenangan dalam mendidik dan melatih mahasiswanya.

Di dalam budaya timur seorang pemimpin di nilai berhasil apabila mencapai suatu tingkat kearifan dan wibawa yang tinggi di tengah masyarakat di mana ia berada. Jadi, orientasinya adalah pada pertumbuhan kebijaksanaan diri atau internal. Di dalam budaya barat, seorang pemimpin dinilai berhasil berdasarkan prestasinya dan sumbangsihnya di masyarakat. Dengan demikian, maka orientasinya adalah eksternal. Masalah ini perlu diperhatikan atau dibahas agar jelas tolak ukur yang dipakai untuk menilai karya seorang pemimpin.

Oleh: Eren - 915070083

Halo, kembali lagi bersama Dudi! Ini adalah perjalananku yang kedua. Aku masih bertemu dosen yang sama, yaitu Ibu Dra. Henny Wirawan, M.Hum, Psi. Tapi, kali ini yang kami bicarakan adalah tentang Persamaan dan Perbedaan gender dalam Komunikasi (Gender Differences). Penasaran? Silakan menyimak catatanku ini.

Gender merupakan kajian tentang tingkah laku perempuan dan hubungan social antara laki-laki dan perempuan (Saptari, 1997). Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller (1968) untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan ciri-ciri fisik biologis. Dalam ilmu sosial, orang yang sangat berjasa dalam mengembangkan istilah dan pengertian gender adalah Ann Oakley (1972) yang mengartikan gender sebagai konstruksi sosial atau atribut yang dikenakan pada manusia yang dibangun oleh kebudayaan manusia.

Gender berbeda dari seks atau jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis (Moore, 1998). Ini disebabkan yang dianggap maskulin dalam satu kebudayaan bisa dianggap sebagai feminim dalam budaya lainnya. Dengan kata lain, ciri maskulin atau feminim itu tergantung dari konteks sosial-budaya bukan semata-mata pada perbedaan jenis kelamin.

Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu, gender berkaitan dengan proses keyakian bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya di tempat merekan berada. Gender juga bisa dikatakan sebagai pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk atau dikonstruksi oleh sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman.

Dengan demikian, perbedaan gender dan jenis kelamin (seks) adalah gender dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung waktu, budaya setempat, bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia. Lain halnya dengan seks, seks tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukaran, berlaku sepanjang masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia manapun dan merupakan kodrat atau citaan Tuhan.

Adanya ketertinggalan perempuan mencerminkan masih adanya ketidakadilan dan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya, perbedaan gender dengan pemilahan sifat, peran, dan posisi tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan. Namun pada kenyataannya, perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, bukan saja bagi kaum perempuan, tetapi uga pada kaum laki-laki.

Pembedaan peran, fungsi, tugas dan tanggung jawab serta kedudukan antara laki-laki dan perempuan baik secara langsung maupun tidak langsung, dan dampak suatu peraturan perundang-undangan maupun kebijakan telah menimbulkan berbagai macam bentuk ketidakadilan karena telah berakar dalam adat, norma ataupun struktur masyarakat. Berikut adalah tabel pembedaan sifat, fungsi, ruang, dan peran gender dalam masyarakat:

Pembeda

Laki-laki

Perempuan

Sifat

Maskulin

Feminin

Fungsi

Produksi

Reproduksi

Ruang Lingkup

Publik

Domestik

Tanggung Jawab

Nafkah utama

Nafkah tambahan

Gender masih diartikan oleh masyarakat sebagai pembedaan jenis kelamin. Masyarakat belum memahami bahwa gender adalah sebuah konstruksi budaya tentang peran fungsi dan tanggung jawab sosial antara laki-laki dan perempuan. Kodisi demikian mengakibatkan kesenjangan peran sosial dan tanggung jawab sehingga terjadi diskriminasi terhadap laki-laki dan perempuan.

Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi antara laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan pollitik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Sedangkan yang dimaksud dengan keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.

Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.

Beberapa bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi gender antara lain:

1. Marginalisasi

Marginalisasi perempuan sebagai salah satu bentuk ketidakadilan gender. marginalisasi (peminggiran) dapat berupa upah perempuan lebih kecil, izin usaha perempuan harus diketahui ayah (jika masih lajang dan suami jika sudah menikah), permohonan kredit harus seizin suami, pembatasan kesempatan di bidang pekerjaan terhadap perempuan, kemajuan teknologi industri meminggirkan peran serta perempuan.

2. Subordinasi (penomorduaan)

Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki misalnya, perempuan sebagi ”konco wingking” atau orang belakang, hak kawin perempuan dinomorduakan, bagian waris perempuan lebih sedikit.

3. Pandangan stereotipe

Stereotipe dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang berdasarkan pengertian gebder, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin. Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan, ini juga terjadi di tempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat pemerintahan atau negara.

4. Tindak Kekerasan

Kekerasan merupakan suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Perilaku kekerasan bermacam-macam, ada yang bersifat individu, baik di dalam rumah tangga sendiri maupun di tempat umum, ada juga di dalam masyarakat itu sendiri.

5. Beban Ganda (double Burden)

Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kelamin tertentu secara berlebihan. Dalam proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat prmbedaan perlakuan, terutama bila bergerak di bidang publik.

Sampai saat ini pengertian tentang konsep gender masih sangat kabur. Orang-orang pada umumnya cenderung memberi definisi gender sebagai jenis kelamin (sex). Dalam menjernihkan perbedaan antara sek dan gender yang menjadi masalah adalah, terjadi kerancuan dan pemutarbalikan makna tentang apa yang disebut seks dan gender. Dewasa ini terjadi peneguhan pemahaman yang tidak pada tempatnya di masyarakat, dimana apa yang sesungguhnya gender, karena pada dasarnya merupakan konstruksi sosial justru dianggap sebagai kodrat atau menjadi ketentuan Tuhan.

Dengan demikian, konsep yang perlu dipahami dalam rangka membahas masalah kaum perempuan adalah membedakan konsep seks (jenis kelamin) dan konsep gender. Pemahaman dan pembedaan terhadap kedua konsep tersebut sangat diperlukan karena alasan, pemahaman dan pembedaan antara konsep seks dan gender sangatlah diperlukan dalam melakukan analisisi untuk memahami persoalan-persoalan ketidak adilan yang menimpa kaum perempuan. Hal ini disebabkan karena ada kaitan yang erat antara perbedaan gender (gender differens) dengan dan ketidakadilan gender (gender inequalities) dengan struktur ketidakadilan masyarakat secara lebih luas. Dengan demikian pemahaman dan pembedaan yang jelas antara konsep seks dan gender sangatlah diperlukan dalam membahas ketidakadilan sosial. Maka sessungguhnya terjadi keterkaitan antara persoalan gender dengan persoalan ketidakadilan sosial lainnya.

Oleh: Meta Kumalasari (915070180)




PSIKOLOGI MASSA

Halo, ini aku Dudi. Ini adalah perjalananku yang pertama. Aku singgah kedalam suatu ilmu yang bernama "Psikologi Massa". Ilmu ini aku dapat dari seorang dosen yang bernama Ibu Dra. Henny Wirawan. M. Hum, Psi. Aku tidak sabar untuk berbagi dengan kalian tentang ilmu yang ku dapatkan hari ini!

Manusia merupakan makhluk sosial, dimana artinya adalah mereka tidak dapat hidup tanpa orang lain. Tidak dapat dielakkan bahwa mereka akan merasa nyaman mengerjakan segala sesuatu bersama-sama dengan orang lain. Kebersamaan selalu membuat manusia merasa ia dibutuhkan orang lain sebagaimana ia membutuhkan orang-irang disekitar mereka.

Di dalam kehidupan berkelompoknya, manusia-manusia selalu mempunyai pemimpin yang akan menjadi panutannya dalam menjalani hidup. Seperti misalnya sekelompok burung terbang diawan, mereka akan mengikuti kemana pemimpin kelompoknya terbang mengarahkan sayap, begitupula dengan sekelompok ikan-ikan di laut yang berenang juga akan mengikuti kemana pemimpin mereka berenang mengarungi laut.

Kehidupan manusia yang berkelompok inilah yang kemudian disebut sebagai Psikologi Massa. Apa yang dibahas adalah mengenai perilaku kelompok, dimana mereka merasa nyaman mengerjakan segala sesuatu karena mereka tahu banyak orang yang melakukan hal yang sama seperti mereka.

Fenomena ini membawa suatu dampak bagi kehidupan manusia, yakni mereka membutuhkan seorang pemimpin atau bahkan merekalah yang memimpin dalam kehidupan berkelompok ini.

Dalam suatu kerumuman manusia, mereka yang memimpin adalah mereka yang banyak mendapatkan keuntungan dari sekitarnya. Hal tersebut terjaid karena mereka yang mengikutinya (followers) hanya sekedar mengikuti apa yang mereka lakukan dan mengambil resiko apapun yang terjadi. Contoh yang bisa diambil adalah ketika zaman pemerintahan Hitler, ia dianggap sebagai pemimpin yang berkarisma yang mampu membawa kelompok Nazi menuju keberhasilan. Pengikut setianya rela memberikan apapun demi Hitler, bahkan tidak segan-segan mengorbankan nyawa demi keselamatan Hitler semata.

Psikologi Kerumunan (Crowd Psychology) merupakan cabang dari psikologi sosial, dimana ilmu ini menjelaskan bahwa seseorang merasa berkuasa atau memperoleh kekuasaan ketika mereka melakukan suatu pekerjaan secara bersama-sama dengan orang lain. namun seringkali apa yang mereka lalukan bersama tersebut terbawa dalam arus yang salah sehingga dapat menyebabkan suatu perubahan sosial yang kontroversi.

Berikut adalah pandangan beberapa Ilmuwan sosial mengenai Crowd Psychology:

  • Teori Klasik:

Sigmund Freud, menjelaskan bahwa orang yang berada dalam suatu kerumuman (kelompok) akan berperilaku berbeda dengan orang yang mempunyai prinsip individualis. Anggota kelompok akan mampu merubaha cara berpikir seseorang.

  • Contagion Theory (Teori penularan)

Teori ini menyatakan bahwa seseorang akan mudah menghilangkan sikap-sikpa pribadinya hanya untuk mengikuti arus emosi yang terjadi dalam kelompoknya. Dapat dikatakan seseorang mudah terpengaruh perilaku orang lain dalam suatu kelompok, sehingga membuat mereka menirukan perilaku kelompoknya.

  • Convergence Theory (Teori Konvergensi)

Prinisp dari teori ini adalah,perilaku kelompok bukanlah hasil dari anggota kelompok itu sendiri melainkan hasil bawaan dari perilaku masing-masing individu dalam kelompok tersebut.

  • Emergent-Norm Theory

Ralph Turner dan Lewis Killian, mengemukakan bahwa norma-norma yang berlaku dalam kelompok akan terbentuk seiring dengan perkembangan dari kelompok tersebut.

Di dalam psikologi massa, terdapat empat perilaku kolektif yaitu:

1. The Crowds

Sebuah kerumuman didalamnya adalah menyangkut tentang emosi bersama yang dialami kelompok.

Neil Smelser, John Lofland, dan beberapa ilmuwan lainnya menyatakan ada tiga bentuk kerumunan (crowds) di dalam masyarakat yaitu:

- The panic --> ekspresi dari ketakutan

- The craze --> ekspresi dari kegembiraan

- The hostile outburst (perilaku kasar) --> ekspresi dari kemarahan

2. The Public

Publik membicara tentang isu-isu yang sedang terjadi pada saat itu, dimana ketika isu tersebut dibicarakan maka akan membentuk suatu opini.

3. The Mass

Massa bukan hanya sekedar terjadinya sebuah interaksi, melainkan terdapat keterlibatan media untuk menyampaikan segala sesuatu kepada khalayak. Pengaruh media massa dari waktu ke waktu semakin kuat, dan dapat menimbulkan dampak sosial yang kuat.

4. The Social Movement (Blumer).

Pergerakkan sosial (social movement) biasa dilakukan untuk merubah kondisi yang ada, seperti misalnya revolusi industri di Perancis. Disamping itu pergerakkan sosial juga dapat terjadi untuk merubah perilaku anggota yang ada di dalam kelompok, tanpa memperdulikan anggota kelompok lainnya.

Psikologi massa, membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan psikologi masyarakat dalam kehidupan secara berkelompok. Psikologi massa ini penting untuk dipelajari. Mengapa? Karena pada dasarnya manusia selalu hidup berkelompok. Dalam kehidupan secara berkelompoknya, manusia selalu mengikuti perilaku-perilaku yang ada di dalam kelompok. Banyak hal yang menyebabkan mereka mengikuti perilaku kelompok tersebut, misalnya mereka ingin merasakan kebersamaan, ataupun muncul perasaan takut untuk menolak ajakan kelompok.

Psikologi massa ini mampu menggerakan perasaan (emosi) orang-orang yang terlibat di dalamnya. Mereka sebagai suatu kesatuan atas nama kelompok, merasa mereka harus ambil bagian dengan apapun yang kelompok mereka lakukan. Misalnya ketika penggalangan dana untuk korban Haiti. Artis-artis di America, mereka tak segan-segan berkumpul bersama-sama, membuat lagu, menyanyikan, dan menyebarluaskan untuk mendapatkan sumbangan bagi para korban Haiti. Dalam hal ini, perasaan mereka digerakkan oleh rasa kebersamaan.


Pada dasarnya psikologi massa ini, tidak mempunyai efek yang buruk asalkan manusia-manusia di dalam kelompoknya tahu bagaimana menempatkan diri. Hal ini dapat terlihat, bagaimana seseorang anggota memuja pemimpin kelompoknya dengan cara yang berlebihan. Setiap anggota harus bisa memberi batasan antara menghormati atau memuja. Pemujaan yang berlebihan dapat memberi efek yang buruk bagi anggota kelompok yang mengikutinya. Contoh nyata adalah kegiatan teroris. Para anggota teroris menganggap pemimpin mereka adalah yang paling benar, sehingga mereka tidak segan-segan menjalankan perintah mereka sekalipun harus mengorbankan diri sendiri dan kehidupan orang lain dengan cara melakukan bom bunuh diri.


(Oleh: Christina Alfiani - 915079006)


Halo,
Perkenalkan, namaku adalah Dudi.
Ini adalah tempat bermainku. Tempat ini bukan sekedar untuk aku bersenang-senang, tapi ini adalah tempatku menuangkan seribu satu kisah-kisah berpetualangku.
Semua kisah ini, kutemukan ketika aku menyusuri dunia ini.
Duniaku bernama Dunia Pendidikan.

Nanti, aku akan ajak kamu untuk mengelilingi dunia ini.
Kisahku, ilmuku, pandangan-pandanganku akan kuceritakan semua disini.
Selamat menikmati perjalanan ini, Kawan.
Aku berharap, kamu menikmati perjalanan ini sebagaimana aku sangat menikmatinya. :)



Salam hangat,
Dudi