Semiotik? Nama ini kok rasanya asing sekali ya di telingaku? Dudi jadi penasaran, apa itu semiotik. Mari kita tanya langsung ke Bapak Kurnia Setiawan seputar semiotik!



SEMIOTIK
Istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani seme; semeiotikos; penafsir tanda, yang berarti ‘tanda’ . Sign dalam bahasa Inggris adalah ilmu yang mempelajari system tanda seperti bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya. Semiotik juga dikenal sebagai suatu ilmu analisis tanda atau studi tentang bagaimana system penandaan berfungsi.

Perintis awal semiotika adalah Plato yang memeriksa asal muasal bahasa. Sedangkan aristoteles mencermati kata benda dalam bukunya yang berjudul Poetics dan On Interpretation. Pada semoitik terdapat perbedaan mendasar antara tanda alam (natural) dan tanda yang disepakati (konvensional). St. Agustinus (354 - 430) mengembangkan teori tentang signa data (tanda konvensional). Persoalan tanda menjadi obyek pemikiran filosofis.

Pada tahun 1285 – 1349, William of Ockham mempertajam studi mengenai tanda. Menurutnya, tanda dikategorikan berdasarkan sifatnya, apakah ia di alam mental dan bersifat pribadi atau hanya diucapkan/ditulis untuk publik. Sedangkan pada tahun 1632-1740, John Locke melihat eksplorasi tentang tanda akan mengarah pada terbentuknya baiss logika baru.
Konsep semiologi juga diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure. Ia mengkaji liguistik secara sinkronik, bukan diakronik. Saussure juga mendefinisikan tanda liguistik sebagai entitas dua sisi (dyad), sisi pertama disebut penanda (signifier) dan sisi kedua disebut petanda (signified).

Tanda diartikan sebagai kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Penanda adalah ”bunyi yang bermakna” atau ”coretan yang bermakna”. Penanda merupakan aspek material dari bahasa yaitu apa yang apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Sehingga dapat disimpulkan bahwa petanda adalah aspek mental dari bahasa.

Seorang filsuf berkebangsaan Amerika, Charles Sanders Peirce (1839-1914) mengembangkan filsafat pragmatis melalui kajian semiotik. Ia mengembangkan teori tanda yang dibentuk oleh tiga sisi, yaitu:
  1. Representamen (tanda)
  2. Objek (sesuatu yang dirujuk oleh tanda)
  3. Interpretant (efek yang ditimbulkan, hasil)
Fenomena sebuah tanda:
1. Firstness (perasaan murni) Representamen
2. Secondness (fakta yang muncul dari relasi) Objek
3. Thridness (aturan/ wilayah hukum) Interpretant
Contoh : Schubert memainkan komposisi

Peirce juga membedakan tiga konsep dasar semiotic, yaitu:
  • Sintaksis, mempelajari hubungan antar tanda. Hubungan ini tidak terbatas pada sistem yang sama.
  • Semantik, mempelajari hubungan antara objek, tanda, dan interpretannya. Ketiganya membentuk hubungan dalam melakukan proses semiotis. Konsep ini akan digunakan utuk melihat hubungan tanda-tanda dalam iklan (dalam hal ini tanda non bahasa) yang mendukung keutuhan wacana.
  • Pragmatik, mempelajari hubungan antara tanda, pemakai tanda, dan pemakaian tanda.

Roland Barthes (1915-1980) berpandangan bahwa sesuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Semiologi Barthes pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Salah satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader).




Disusun oleh: Meta Kumalasari - 915070180
0 Responses

Post a Comment